Jumat, 18 April 2014

All Rise Shine Part 4-5


(Part 4)

Jam istirahat, Shine –masih dengan buku-bukunya- dan ketiga kawannya makan siang dikantin, mereka menempati sebuah meja di pinggir ruangan berjendela besar. Tempat faforit mereka sejak pertama kali makan di kantin.
“Helgrind?” Megan tersedak, saat membacanca judul buku yang dibaca Shine. Shine mengangguk mengiyakan.
“Untuk apa membaca buku seperti itu?” Tanya Abigail. “Helgrind adalah tempat yang mengerikan.” Gumam Abigail.
“Tidak apa-apa, aku hanya penasaran.” Shine sedikit kebingungan menjawab pertanyaan teman-temannya, ia tidak ingin temannya tahu dan mereka membahayakan diri mereka sendiri. “Aku kan baru di dunia sihir ini.”
“Lebih baik kamu tidak mengetahuinya. Cari tahu saja tempat-tempat yang lebih menarik, mungkin kami akan mengajakmu berjalan-jalan kalau mau.”
“Baiklah.” Shine menutup bukunya, tepat saat ponselnya berdering. Shine tidak berharap itu Ernest.
Ya, itu video call dari Aegeon. Shine langsung memasang headset.
Aegeon mengajaknya bertemu di perpustakaan untuk membicarakan hal yang kemarin. Shine berbisik iya kepada Aegeon, agar teman-temannya tidak mengetahuinya. Setelah memutus video call dari Aegeon, Shine segera berpamitan dengan teman-temanya.
“Tadi itu pasti Kak Ernest.” Gumam Jasmine melihat Shine berlari keluar kantin.

Perpustakaan tidak begitu ramai hari ini, Shine hanya melihat para penjaga perpustakaan, seorang penyihir perempuan berambut coklat bergelombang yang tengah membaca sebuah buka di sudut perpustakaan, dua orang peri di meja tengah, dan beberapa orang lainnya yang tengah mencari-cari di deretan rak atau menjadikan ruang ini tempat pacaran.
“Ssstt..Shine.” Panggil Aegeon dari balik rak. Shine pun mengambil sebuah buku di rak untuk melihat wajah Aegeon di baliknya. Aegeon menempelkan jarinya dibibirnya sebelum Shine sempat bicara, dan memberi isyarat kearah sudut jauh dibelakang perpustakaan.
Ada apa?” Bisik Shine.
“Aku mempunyai sesuatu yang bisa membantu kita menemukan Helgrind.” Jawab Aegeon sedikit berbisik sembari membuka gulungan kertas dari dalam ranselnya. “Ini kutemukan di perpustakaan rumahku, terselip diantara buku. Kurasa ini milik ayahku.”
Itu adalah sebuah peta, terlihat seperti dunia sihir. Tepatnya bertahun-tahun yang lalu. Terlihat jauh berbeda dengan sekarang. Shine dapat melihat istananya di sisi timur peta, terletak tinggi diatas bukit. Kastil penyihir di barat laut peta, menjulang di atas tebing. Kota Vanyali di barat daya istana, sungai amora mengalir melewati kota sampai bertemu sungai anora yang mengalir dari utara, di barat. Peta itu masih sangat sepi, bahkan Aiedel di barat kota juga masih sangat sempit. Begitu pun Kota Vanyali yang tidak seluas sekarang.
“Ini peta dunia sihir?”
Aegeon menggeram iya. “Dengan ini kita bisa menemukan Helgrind.”
“Tapi peta ini sangat berbeda dengan keadaan sebenarnya sekarang, dan kita tidak bisa menemukannya walau mengikuti peta itu.”
“Bodoh.” Aegeon mengeluarkan sebuah peta lagi, dan yang ini lebih baru. “Kita bandingkan, dan akan menemukannya.” Ia meratakan peta tersebut. “Lihat, ini kastil penyihir. Dan ini Kota Vanyali.” Ia menunjuk kastil dan menggeser jarinya ke Kota Vanyali. “Di peta ini, Helgrind berada di timur. Berarti Helgrind ada disekitar sini.” Aegeon menunjuk kearah kertas yang kosong.
“Ok, jadi apa rencananya?”

◊ ◊ ◊

Siang ini, Ms.Lavigne membawa seluruh murid kelas keluar untuk pelajaran terbang pertama. Peri hanya memiliki sayap saat mereka berubah. Dan sementara itu, sayap itu tersimpan didalam diri mereka masing-masing. Karena sayap mereka terbuat dari kekuatan mereka masing-masing, begitu pun dengan kostum mereka, jadi sayap dan kostum mereka dapat berubah.
“Ok, sebelum kalian mempelajari beberapa teknik terbang. Kalian harus mengeluarkan sayap kalian, dengan kata lain tunjukkan perubahan kalian!” Seru Ms.Lavigne kepada murid-muridnya, yang segera menunjukkan perubahan pertamanya menjadi seorang peri.
“Agak sulit untuk seorang pemula, tapi berusahalah!” Ms.Lavigne menyemangati.
Shine mengalami sedikit kesulitan dalam hal ini, karena kegiatan ini membutuhkan energi yang cukup besar. Tapi, akhirnya ia berhasil. Sayapnya muncul dari balik punggungnya, terang, indah, dan hanya berbentuk cahaya tapi terlihat jelas membentuk sayap yang anggun dan kuat. Pakaiannya pun berganti menjadi sebuah gaun pendek berwarna kuning dengan kerlap-kerlip, dan berpadu dengan lingkaran-lingkaran emas yang menuruni bahunya hingga pinggul kirinya. Bersinar seperti bintang. “Waw!”
“Bagaimana penampilanku?” Tanya Jasmine yang berjalan mendekati Shine dengan ringan, seperti mahkota bunga matahari yang terbang ditiup angin. Sayapnya terbuat dari tangkai tumbuhan yang saling membelit, membentuk sayap. Dan bunga-bunga berwarna merah muda bermekaran ditangkainnya. Gaunnya terdiri dari bawahan yang terlihat seperti mahkota bunga matahari, tangannya terbelit tanaman rambat yang berbunga cantik. Bunga juga bermekaran dari kerahnya dan turun ke pinggul kirinya. Dilengkapi pucuk daun muda yang harum.
“Luar biasa.” Shine benar-benar terpesona melihat temannya.
“Terima kasih, kamu juga keren banget.”
Megan mendatangi mereka dengan sayap yang terbuat dari lempengan es tipis, dengan bunga-bunga salju yang bertebaran disayapnya. Gaunnya berhiaskan kristal-kristal es sejati. Ia terlihat begitu dingin, tapi tetap anggun.
Sementara Abigail, memakai stelan terusan celana pendek dengan bulu harimau putih dikedua dilengannya, di pinggiran bawah celananya terdapat bulu cheetah, dari bahunya hingga dada terdiri dari totol-totol dari motif bulu jerapah yang ditempelkan dibrokat hitam. Ditengah bajunya dibuat dari kulit buaya. Dipadukan dengan kain berwarna emas. Ia tampak seperti seorang ratu hutan, liar tapi tetap menawan dengan sayap angsanya.
“Kalian terlihat hebat banget.” Puji Abigail.
“Kamu juga.”
“Baik anak-anak, kalian berhasil dengan tahap pertama.” Ms.Lavigne memberi isyarat agar mereka mendekat. “Sekarang saya akan memberikan beberapa pelajaran terbang, seperti menghindari musuh, menukik, dan manufer terbang lainnnya.”

(Part 5)

Sore hari di dunia sihir, Shine sedang duduk bersila disudut balkon kamarnya sembari membaca beberapa buku yang baru dipinjamnya lagi dari perpustakaan. Angin sore mengelitik lehernya, dan Shine menikmati sore itu. Ia harus bekerja keras demi menyelamatkan istana dan keluarganya.
“Kutu Buku.” Ejek seorang lelaki yang Shine tahu itu adalah Aeogeon. Shine menoleh kearah suara itu, dan ia terkejut setengah mati saat mendapati Aeogeon sedang berdiri dihadapannya, diluar balkon.
“Aeogeon? Kau melayang?”
“Yaps.”
“Tanpa sayap? Bagaimana bisa?”
“Aku penyihir, aku tidak butuh sayap untuk bisa terbang Shine. Kau tidak pernah mendengar cerita tentang penyihir apa?” Aeogeon langsung memamerkan sapu terbangnya, ia berdiri diatas sapu terbangnya dengan bangga.
“Oh, ok.” Shine membereskan buku-bukunya dan masuk kedalam kamarnya, lalu kembali beberapa saat kemudian. “Ada apa?”
“Kudengar kamu sudah bisa terbang, jadi aku kemari untuk mengajakmu berkeliling. Ya, sekalian melatih cara terbangmu. Kita harus kerja cepat kalau mau menyelamatkan keluargamu.”
“Baiklah.” Shine langsung berubah, dan mengeluarkan sayapnya. Tapi kali ini ada perbedaan dalam penampilannya, sayapnya tidak lagi kuning, melainkan palangi yang indah, gaunnya pun penuh warna. “Eh?”
“Kenapa?”
“Berbeda dengan pertama kali berubah.”
“Memang begitu, kostum dan sayap itu tercipta dari kekuatanmu sendiri, jadi bisa berubah-ubah sesuai kekuatan yang kamu keluarkan. Sudah, ayo!”
“Kita mau kemana?”
“Hanya berkeliling.”
Mereka terbang berdampingan, terkadang Aeogeon menggunakan sihir, menciptakaan sebuah mahkluk yang mengejar Shine, hal itu melatih Shine untuk lebih cepat, dan bergerak lebih lincah untuk menjebak mahkluk itu. Tapi, ada sebuah keanehan. Salah satu mahkluk itu tidak menghilang saat menabrak pohon, sesemakkan, bahkan yang satu ini lebih pintar dibandingkan dengan yang lain.
“A-a-eogeon, aku mulai bosan dengan ini. Cepat hilangkan dia!” Teriak Shine.
“Itu bukan salah satu mahkluk sihirku.”
“Apa?”
“Itu Adera sungguhan.”
“Hah? Kalau begitu cepat tolong aku!”
Aeogeon pun langsung mengangkat tongkatnya dan mengejar Adera tersebut. Makhluk itu seperti burung bangkai, berwarna abu-abu kehijauan karena lumut yang menempel di bulu-bulunya, dan kepalanya yang botak. Aeogeon menyerangnya dengan sihir, mengenai sayap kanannya, dan Adera pun terjatuh.
“Hah, untunglah.” Shine menarik nafas lega. Begitu pun Aeogeon. “Mahkluk apa tadi itu?”
“Namanya Adera, katanya dia adalah tentaranya Zeus. Ya begitulah.”
Saat mereka berada beberapa meter dari tempat tadi, tiba-tiba Adera muncul dihadapan mereka. Dan mereka berdua berhamburan menyelamatkan diri.
“Lari Aeogeon lari!” Teriak Shine melihat Aeogeon yang dikejar oleh Adera.
“Aku sedang terbang Shine.”
Shine segera menolongnya, ia mencoba menembakkan beberapa bola cahaya sebisanya, kadang kuning, hijau, merah muda, dan lainnya. Dan hal itu malah membuat Adera berbalik mengejarnya.
“Jebak dia Shine, lalu serang dia!” Teriak Aeogeon.
“Ucapanmu mudah Aeogeon.” Shine terus terbang, memacu kecepatan sayapnya. Lalu ia menemukan sebuah batu besar yang berlubang. Ia langsung menuju batu tersebut, terbang melewati lubang itu, begitu pun Adera. Dan Adera tersangkut dalam lubang itu, Shine segera berbalik dan menyerangnya dengan bola cahaya besar. Kemudian, boom! Adera meledak menjadi serpihan-serpihan debu.
“Wow.” Puji Aeogeon, menghampiri Shine.
“Bisa memberiku tumpangan?” Wajah Shine terlihat pucat, dan keringat diwajahnya bercucuran. Sayapnya mulai menghilang, dan sweater merah mudanya kembali. Ia hampir jatuh kalau saja Aeogeon tidak langsung menangkapnya, dan mendudukkannya di sapu terbangnya.
“Kau sudah aman sekarang.”
“Itu melelahkan sekali.” Shine bersandar di punggung Aeogeon.
“Pada saatnya tiba nanti, akan ada jauh lebih banyak yang seperti itu.”
“Seberapa jauh sekolah dari sini?”
“Cukup jauh. Maafkan aku, sudah membawamu sejauh ini, istirahatlah dulu!”
Shine melingkarkan tangannya di pinggang Aeogeon, dan segera terlelap. Menyadari Shine telah tidur, Aeogeon mengangkat satu tangannya untuk memegangi tangan Shine agar tidak terjatuh.
“Terima kasih. Aeogeon.”

◊ ◊ ◊

Sesampainya di balkon kamar Shine, Aeogeon langsung membangunkannya. Dengan terhuyung-huyung Shine berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Aeogeon diluar yang merasa geli melihat cara jalan Shine yang seperti orang mabuk.
“Dasar Shine, pintumu masih terbuka.” Aeogeon turun dari sapunya dan mendarat dibalkon. “Selamat malam, Shine!” Aeogeon menutup pintu kamar Shine dan menguncinya dengan sihir, lalu segera terbang kembali ke asramanya.


-To Be Continue
Read More - All Rise Shine Part 4-5

All Rise Shine Part 3


(Part 3)

Tujuan Shine adalah untuk menolong kedua orang tuanya, jadi ia bertekad untuk menantang Zeus. Hari ini ia pergi ke perpustakaan untuk mencari apa pun yang berhubungan dengan Zeus dan istananya, Haelgrind. Semua buku yang menarik perhatiannya ia letakan di meja bacanya. Dan mulai menjelajahinya satu per satu.
“Rajinnya.” Puji seorang lelaki yang mengelus kepala Shine.
“Eh, kak?” Shine menoleh kearah lelaki itu.
“Baca apa nih?” Ernest mencondongkan kepalanya mendekati buku yang sedang dipegang oleh Shine. Ia mendengus saat membaca sebuah kata yang dibulati dengan pulpen berwarna jingga di secarik kertas yang menyelip di tengah buku, “Helgrind? Kenapa mencari tahu tentang tempat terlarang itu?”
“Kakak tahu tempat itu?”
“Ayahku pernah bercerita tentang tempat itu, tempat yang sangat mengerikan dan jahat. Dari cerita ayahku saja, aku sudah yakin tidak menyukai tempat itu. Helgrind dulu adalah sebuah istana kerajaan peri di dunia sihir yang indah, sebelum Zeus dan monsternya menyerang istana tersebut.” Ya itu istana keluargaku, hati Shine membara. “Dan sekarang para peri tidak memiliki kerajaan, yang ada hanyalah kerajaan penyihir yang berjanji untuk tidak memulai peperangan. Meski begitu kami bangsa peri masih memiliki ketakutan itu.” Mimik wajah Ernest tiba-tiba cerah, “Tapi, ada cerita bahwa Zeus tidak berhasil membunuh seluruh keluarga kerajaan, dan mungkin ialah yang akan menyelamatkan kerajaan itu.”
Itu aku! Benak Shine. “Kakak tahu dimana tempat itu?”
“Kenapa kamu menanyakan hal itu?”
“Ah tidak, aku hanya penasaran.”
“Tidak, aku tidak tahu dimana tepatnya. Karena tempat itu memiliki sihir tertentu yang menyembunyikannya. Entah apa yang ia rencanakan.”

Hari itu Shine habiskan diperpustakaan, mencatat segala sesuatu yang penting tentang Helgrind dan Zeus. Ia sangat bersemangat untuk membalas dendam dan menyelamatkan kerajaannya. Meski ia pun masih berfikir apa yang harus ia lakukan setelah bertemu dengan Zeus, apa yang harus ia lakukan untuk membalas dendam kepada Zeus, apa yang harus ia lakukan untuk merebut kerajaannya kembali. Ia tidak cukup yakin untuk membunuh Zeus, apa dia memiliki keluarga? Apa tujuannya berbuat seperti itu?
“Sampai kapan kamu mau berada disini?” Tanya seorang pria berambut keperakan, dengan kaca mata yang ia jepitkan di batang hidungnya, dan menurut Shine mirip Albert Einstein. Ia terlihat sudah berumur. “Perpustakaan ini tidak buka dua puluh empat jam nona.”
“Maaf, bisakah aku meminjam beberapa buku ini?”
“Maksimal empat.”

Shine berjalan keluar perpustakaan dan berniat untuk segera menuju kamarnya, ia menyadari betapa ngantuknya dirinya. Pintu lift sudah akan tertutup saat Taylor memasukan tangannya, membuat pintu terbuka kembali. Shine sangat terkejut saat melihat Ernest bersama Taylor bergandengan tangan memasuki lift, hal itu membuatnya sesak nafas, ia hanya bisa menundukkan kepala dan menahan isakkannya, saat Ernest dan Taylor mengobrol.
“Hai!” Sapa Taylor. Shine hanya membalasnya dengan senyuman.
Shine tahu kamar mereka berada di satu lantai, dan perjalanan dua belas lantai itu dapat membuatnya mati sesak. Tanpa pikir panjang ia menekan tombol lantai tujuh. Dan pintu terbuka dilantai itu.
“Lantai tujuh?” Tanya Ernest.
“A-a-aku mau menemui Jasmine dulu. Aku duluan ya.” Shine segera melangkahkan kakinya, berjalan sesantai yang ia bisa. Dan berlari tanpa henti saat pintu lift tertutup lagi, bahkan ia melewatkan kamar Jasmine. Ia menuju tangga darurat, dan memulai perjalanannya menuju lantai dua belas. Ia merasa bodoh dengan tingkahnya saat ini, merasa sakit hati, dan dibohongi. Ia hanya bisa meringkuk diranjangnya setibanya dikamar.
Pagi ini, Shine pergi kesekolah mengendap-endap. Memakai kaca mata hitam, menutupi kantung matanya yang hitam.
“Shine?!” Ketiga temannya khawatir melihat keadaannya.
“Haaa…” Teriak Shine frustasi. “Aku tidak tahu harus berbuat apa dengan ini.” Ia menunjuk matanya. “Aku sudah mengkompresnya dengan sendok, tapi tetap seperti ini.”
“Serahkan padaku!” Seru Megan penuh bangga. “Pejamkan matamu!” Shine mematuhinya. Dan Megan mengambil air dari segelas air, air itu mengapung mengikuti arah tangannya. Megan mengarahkannya ke kedua mata Shine. Shine merasakan kesejukan air tersebut, dan Megan membuatnya sedikit lebih dingin, dingin, dan dingin. Shine terlihat menikmatinya. “Selesai!” Megan mengembalikan airnya kegelas dan tersenyum puas.
“Terima kasih.”

Sepulang sekolah Shine memutuskan untuk membaca empat buku yang dipinjamnya kemarin di taman. Meski masih sedikit mengantuk, dan bad mood tapi ia tetap bersemangat menyelesaikan bukunya.
“Shine.” Panggil seorang lelaki yang kemudian duduk disebelahnya. Shine menyadari lelaki itu adalah Ernest, jadi ia tidak menghiraukannya. “Please, Shine dengerin aku!” Ernest menarik tangan Shine kebawah dan melihat wajahnya yang memerah.
“Apa?” Ernest tersentak dengan pertanyaan itu. “Kemarin? Gak penting, aku gak peduli.” Shine melepaskan tangannya dari tangan Ernest. “Sekarang mending kakak pergi aja, aku sibuk.” Shine memalingkan wajahnya dari Ernest kearah buku yang dibacanya.”
“Shine?”
“Pergi!” Shine berteriak hingga berdiri, membuat keduanya terkejut. “Eh, maaf.” Shine segera meminta maaf kepada lelaki yang asing diingatannya.
“Apa aku mengganggumu?”
“Tidak, tidak kok.”
“Perkenalkan aku Aegeon, aku penyihir.” Aegeon mengulurkan tangannya.
“Shine, aku peri cahaya.” Shine menjabat tangan Aegeon dengan ramah.
Aegeon, ia berpenampilan santai meski menggunakan seragam. Tapi ia bisa membuat dirinya senyaman mungkin dengan seragam sekolah. Rambutnya kecoklatan ditimpa cahaya matahari, sewarna dengan matanya. Kulitnya putih mengesankan. Bibir kecilnya membuat ia tampak cantik. Tingginya melebihi Shine, bahkan saat ia duduk, tingginya setara dengan Shine yang berdiri.
“Kudengar kamu mencari tahu tentang Helgrind.
“Kamu tahu?”
Aegeon mengangguk, dan menceritakan semua pengetahuannya kepada Shine. Merasa tidak enak, Shine pun menceritakan seluruh sejarahnya kepada Aegeon. Dan mereka mulai menyusun sebuah rencana.

Read More - All Rise Shine Part 3

All Rise Shine Part 2

 (Part 2)

Jum’at 07 Oktober 2011, hari ini Shine tepat berumur 15 tahun. Ucapan dari teman-teman sekelasnya sangatlah membahagiakan Shine. “Bagaimana mereka tahu” mungkin itu yang ia pikirkan saat ini. Hari ini dan dua hari berikutnya juga ada event sekolah. Hal itu membuat ramai sekolah, dan membebaskan tiga hari untuk bersenang-senang.
Ponsel Shine  berbunyi membuatnya berhenti mengerjakan kesibukan bazaar stan kelasnya.
Sebuah sms masuk, yang berisi “Happy Birthday. Traktir makan ya!” Dari, Ernest. Membacanya membuat Shine cekikikan malu.

Sebelumnya, Shine sudah cukup akrab dengannya karena surat cinta yang diwajibkan dikirim kepada para senior pada acara penutupan pengenalan siswa baru. Shine mencantumkan e-mailnya di surat tersebut. Dan berlanjut sampai hari ini. Shine sangat senang dapat mengenal senior tingkat tiga yang ia sukai, dan tinggal di kamar yang saling bersebrangan. Meski Shine tahu, Ernest memiliki hubungan spesial dengan Taylor, dan itu membuatnya sesak nafas selama beberapa hari setelah mendengar kabar tersebut.
Ok” Balasnya.

Jadi mereka memutuskan untuk makan di salah satu penjual makanan di bazaar. Jantung Shine berdegup kencang, ia sangat gugup. Tapi juga sangat senang.
“Mmm..kenapa aku harus meneraktirmu kak? Aku kan sudah meneraktir pacar kakak.” Shine memulai pembicaraan dengan  topik seadanya.
“Sudah putus kok.” Jawabnya datar.
“Hah?”
“Iya, udah lama kok.”
“Kok-kok-kok bisa? Bukannya kakak baru aja resmi berpacaran beberapa bulan yang lalu?”
“Sudah, gak usah dibahas. Ayo makan!”
Selesai makan, mereka pergi ke arah podium untuk menonton hiburan yang tersedia disana. Shine tak menyangka bisa sedekat itu dengan Ernest. Meski begitu, Shine juga merasa malu, dan risih saat banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Ia takut terjadi apa-apa.

“Rain!” Teriak Shine.
Ada apa teriak-teriak begitu?”
“Kok Kak Ernest putus sama Taylor?”
“Hah? Masa? Gak tahu.”

Setelah acara berakhir pada pukul 15.00, para siswa memasuki asrama masing-masing. Setelah berganti baju, Shine berdiam diri di balkon kamarnya, memandang kearah kota. Ia memikirkan Taylor. Yang tanpa Shine sadari, sudah sejak lama Taylor berada di balkon sebelahnya.
“Ya ampun!” Shine terkejut melihat Taylor yang ternyata telah memperhatikannya dari tadi.
“Eh, aku mengagetkanmu ya? Maaf.”
“Hehe..iya.”
“Aku masuk ya. Diluar sini cukup dingin.”
“Iya. Aku juga akan masuk sebentar lagi.”

Shine melanjutkan lamunannya. Iya menatap langit biru yang perlahan berubah jingga. Setelah bintang pertama malam ini muncul, Shine masuk kedalam kamar, menutup pintu balkon, dan menghela nafas.

“Tne..e…tt..” Bel kamar Shine berbunyi.
“Ya?” Tanya Shine, sembari membuka pintu. “Eh, Abigail? Megan? Jasmine?” Shine kaget, melihat teman kelasnya.
“Boleh masuk tidak?” Megan.
“Bo-bo-boleh.” Shine mempersilahkan ketiga temanya masuk.

Abigail dan Jasmine berumur empat belas tahun, sedangkan Megan berumur lima belas tahun. Mereka bertiga adalah teman sekelas Shine. Abigail memiliki kekuatan untuk berkomunikasi dengan hewan dan ia dapat memiliki kekuatan seperti hewan, yang menjadikannya seorang peri hewan. Jasmine, gadis mungil dengan rambut hitamnya yang lebat memiliki kekuatan untuk menumbuhkan tumbuhan menjadi seperti yang ia inginkan, ia adalah seorang peri tumbuhan. Megan, ia adalah seorang peri air, karena kekuatannya yang dapat mengendalikan air, segala bentuk air, cair, padat dan gas. Sedangkan Shine sendiri memiliki kekuatan cahaya, ia dapat mengeluarkan cahaya dari dalam dirinya, bahkan ia akan bercahaya di dalam kegelapan karena syaraf refleks setelah ia belajar dengan keras, dan memiliki kekuatan yang lebih besar. Tapi setidaknya kau bisa menemukan dirinya dalam kegelapan saat ia tertidur, karena ia akan memancarkan cahaya redup saat tertidur.

“Nih!” Abigail menunjukan sebuah poster film.
“Untuk apa itu?”
“Kita nonton yuk!”
“Mmm..tidak ah. Kalian saja, aku sedang sibuk.”
“Yah kok begitu. Sibuk mau nonton berdua sama Kak Ernest ya?” Sindir Megan.
“Eh?”
“Nih udah ditanggalin di kalender.” Megan memperlihatkan kalender berwarna hijau muda dan putih, dengan gambar Eiffel disamping kiri bagian bawah.
“Mana?” Abigail dan Jasmine segera mengambil kalender tersebut.
“Cie!!!”
“Ih apa sih? Cuma teman aja kok.”
“Masa?”
“Sudahlah, ini sudah malam. Aku mau tidur. Ayo, kembali ke kamar kalian masing-masing!” Usir Shine dengan muka merah layaknya kepiting rebus.
Ponsel Shine berbunyi, hingga Shine yang baru menutup pintu segera berlari menuju ponsel yang berada di tempat tidurnya. Dan ternyata ada satu sms masuk.
Besok, jadi kan?” Ernest.
Iya” Balas Shine.
Kalau begitu, besok kutunggu di basement!

Keesokan harinya. Shine sangat resah di pelajaran terakhir yang ia anggap memakan banyak waktu. Rasanya, ia ingin cepat-cepat berlari menemui kakak yang ia sukai itu.
“Shine!” Tegur Ms.Lavigne.
“I-i-iya Ms.Lavigne?”
“Sekarang giliranmu!”
Mereka sedang praktek sihir. Shine bersama Megan bertugas membuat pelangi. Bodohnya, Shine tidak fokus saat itu, sehingga pelangi yang muncul tidak sempurna.
Ada apa denganmu Shine?” Tanya Ms.Lavigne.
“Eumm.. tidak apa Ms.Lavigne. Hanya saja, saya kurang fokus. Maafkan saya.” Shine menundukan kepalanya.
“Ok, ulang lagi dari pertama!”
“Baik, pelajaran kita sudahi dulu untuk hari ini. Teruslah berlatih!” Ms.Lavigne keluar dari kelas.

“Shine!!!”

Shine langsung meluncur ke asramanya. Ia berlari sangat cepat, sampai tak mendengar teman-teman yang memanggilnya. Ia langsung mengganti baju, sepatu, dan membawa tas tangan. Dan pergi dengan terburu-buru ke basement. Hatinya tak berhenti cemas disepanjang lift yang membawanya menuju basement.
“Ting” Pintu lift terbuka. Shine langsung melangkah keluar.
“Shine!!!” Panggil Ernest, dengan lambaian tangannya.
“Oh, hei.” Shine langsung menghampirinya. “Lama tidak?”
“Ah tidak. Ayo naik!” Seru Ernest, dan mereka menaiki motor terbangnya. “Pegangan saja, tidak usah malu, nanti jatuh!”
“B-b-baik.”

Read More - All Rise Shine Part 2

Rabu, 03 Oktober 2012

My Class Cactus

Kawan, gua lagi mentok bikin cerpen atau calon novel nih. apalagi pulang sore mulu plus banyak tugas. hahaha.. oh iya, gua sekolah di SMAN 1 Kota Sukabumi, sekolah favorite loh. hahaha... dan gua masuk di kelas CI atau cerdas istimewa, atau akselerasi, atau apalah itu. hehehe.. dikelas gua cuma ada 23 murid, 4 cowok dan 19 cewek. sedih T-T karena itu setiap class meeting kami selalu bersatu untuk pertandinga futsal, meski begitu kami tetap saja tidak pernah menang, wkwkwkwkw.. apa sih? nih foto kelas gua, beberapa...
 Ini beberapa temen gua, lagi melintir-melintir koran buat ditempel ngebentuk pohon.

 Ini si ceceu, naik-naik ke atas loker. hahaha..membuktikan teori charles darwin.

 itu kepala riri bukan ya?

 asik, haha.. so sweet so sweet

 itu dinda

 waduh, eriyanti pingsan. eh? enggak kok, lagi apa sih dia?



 ini kumpulan quotes anak kelas gua




my class :3
Read More - My Class Cactus

Kamis, 27 September 2012

Eh!

Hwaa... malem ini membosankan sekali. Walau pun ada laptop, modem isi penuh, novel, dan lainnya. Iseng-iseng aja deh akhirnya ngoprek-ngoprek laptop, eh nemu file yang teryata isinya gambar-gambar gua dulu. mulai dari pertama belajar SAI, sampe terakhir yang gak beres-beres gara-gara males. hoaaa..
Ini gua buat waktu....., waktu apa ya? lupa, pokoknya lagi bad mood banget deh. serasa jadi robot yang gak diperhatiin hati dan perasaannya. T-T


Ada yang tahu ini siapa? hehe.. gua bikin ini dari fotonya si oppa, lee dong hae. hihi.. What do you think?

Hahaha.. ini gua bikin waktu pulang dari ujung genteng (nama tempat loh! bukan genteng asli) waktu lagi makan di pinggir jalan, gak nyambung yah??

Ini dewi karin, hahaha.. gambar SMP, tapi baru di komputerin baru-baru ini.

Ini sebelum diedit kayak diatas, masih polos, tapi gua suka. entah kenapa pengen di save.

nah ini nih, gambar gua yang gak beres-beres gua warnain. aikaikaik..males

ini gua buat waktu lagi iseng-iseng bosen gitu deh, hahha...itu apa coba?

Hanbok!!!

Ini bukan gambar pertama gua sih, tapi gambar gua yang pertama kali berhasil mungkin ya. hahahaha... rada bada mood gua liatnya :/



Fish!! Weird!!



Waktu itu gua lagi kenapa ya???

ini, ngingetin gua sama seseorang!!!


Hahaha.. itu sedikit gambar-gambar gua, ya gak bagus-bagus amat sih. tapi gua masih belajar sih sampe sekarang, ya begitulah. hehehe..

Read More - Eh!

Jumat, 31 Agustus 2012

All Rise Shine Part 1


(Part 1)                                                        

Di asrama Fairies, terlihat beberapa orang yang tengah sibuk mencari kamarnya masing-masing. Salah satu diantaranya adalah Shine, gadis empat belas tahun ini sedang sibuk mencari kamarnya di asrama di Aeidel Senior High School, sekolah barunya setelah ia lulus dari Girls Junior High School.
Aeidel Senior High adalah sekolah menengah atas di dunia sihir. Sekolah ini terdiri dari tiga gedung utama, yaitu gedung sekolah, asrama Wizards dan asrama Fairies. Di kelas para peri biasanya diajarkan untuk mengendalikan kekuatannya masing-masing, sehingga tidak terhisap habis saat dipergunakan, mereka harus sangat berhati-hati dalam ini. Selain itu mereka juga diajarkan untuk mengkombinasikan kekuatan mereka dengan kekuatan rekannya. Seperti membuat pelangi, peri air akan membiaskan cahaya yang dipancarkan peri cahaya, dan lainnya.
“Antasia, Megan, Aska, Taylor, mmm.. aha, ini dia. Shine.” Shine menemukan kamarnya setelah menyusuri pintu demi pintu. Kamarnya terletak di tengah deretan kamar dari ujung lift sampai ujung lift lain. Ia pun segera memasuki kamarnya.
“Waw, kamar yang indah!” Serunya, sambil melihat-lihat keadaan dalam kamarnya.
Ada balkon” Menuju balkon kamarnya sembari melemparkan tas punggungnya. “Indah sekali, aku dapat melihat seluruh bengunan sekolah dari sini.” Pujinya kepada pemandangan yang memikat hatinya.
“Eh yang disana!” Panggil seorang gadis dari balkon kamar sebelah.
“Oh, hai.” Melambaikan tangannya.
“Namaku Taylor, dari Aiedel Junior High School. Kamu?”
“Aku Shine, dari Girl Junior High School. Senang berkenalan denganmu.” Shine melempar senyum kepada Taylor.

Biar kujelaskan sedikit, Girl Junior High School, sekolah itu adalah sekolah biasa di dunia manusia. Shine masuk ke Aiedel Senior High School untuk menjadi peri. Sebelumnya ia tak mengetahui kalau kedua orang tuanya adalah seorang peri, Raja dan Ratu didunia peri, sampai akhirnya ia menemukan sebuah kotak yang berisi foto-foto kedua orang tuanya yang tak pernah ia tahu wajahnya dan sepucuk surat. Dan ia mengetahui kalau kedua orang tuanya ditawan oleh Zeus peri terjahat dan terkuat di dunia sihir. Sewaktu Shine masih bayi, Zeus menangkap dirinya dan kedua orang tuanya, dan berniat untuk membunuhnya. Karena keinginannya untuk merebut kerajaan Peri. Tapi beruntunglah Shine, orang tuanya mengirim dirinya ke dunia manusia melalui sebuah portal. Mengetahui hal itu, Zeus murka dan mengubah seluruh keluarga kerajaan menjadi patung. Dan mengubah istana kerajaan menjadi tempat yang ia namakan Helgrind. Dan Shine menyadari bahwa ia harus merebut kembali kerajaannya.

“Oh, dari dunia manusia ya?” Tanya Taylor.
“Iya.”
“Eh, aku masuk ke dalam ya. Sampai bertemu lagi!”
“Iya!”

Tne..e…e…t..” Bel berbunyi, membuat Shine segera berlari menuju pintu.
“Ya?” Tanya lembut Shine kepada seseorang yang ada dibalik pintu sembari membuka pintu.
“Ayo segera ke gedung pertemuan! Kita akan memulai acara penerimaan siswa baru dan penutupan acara pengenalan siswa baru.” Seru seorang lelaki yang sontak membuat Shine terkejut dan mematung. Lelaki itu memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda dengan Shine, rambutnya hitam kebiruan ditimpa cahaya, sepadan dengan matanya yang biru. Ia berkulit putih indah. “Hei!” Entah apa yang sedang Shine pikirkan ia langsung menutup pintu kamarnya.
“Oh tuhan, aku jatuh cinta padanya.” Shine melayang. “Eh, semudah itu kah? Tidak. Tidak. Jangan. Tujuanku kesini untuk belajar menjadi peri.” Ucapnya pelan.
“HEI! BUKA PINTUNYA! AYO KELUAR! ADA APA KAMU INI?” Teriak lelaki itu, sambil mengetuk-ngetuk pintu keras.
“I-i-i-iya, se-sebentar!” Sampai akhirnya Shine membuka pintu tersebut. Dengan pipi merah dan wajah pucat, ia keluar dari kamarnya dan melewati lelaki yang bingung itu setelah menutup pintu kamarnya.
“ Hei, kamu!” Panggil lelaki itu.
Tapi Shine tidak menggubrisnya karena sejuta malu dihatinya. Ia terus berjalan menyusuri lorong asrama. Mendengar para senior yang menyuruh adik kelasnya untuk segera ke gedung olahraga, pipinya semakin memerah. Wajahnya pucat, dan hangat.
“Hei.” Sapa seorang teman.
“Eh, R-r-rain!” Ia adalah teman yang dijumpai Shine saat pertama kali memasuki dunia sihir. Rain berada di kelas yang berbeda, dan kamarnya pun berada dua lantai di atas Shine. Ia berkekuatan mengendJasminen air.
“Kenapa kamu?” Tanyanya khawatir.
“Tidak.”
“Kenapa?” Nadanya tidak percaya.
Shine menarik nafas dan membuangnya, menenangkan dirinya yang eror terkena suatu virus. “Tau tutor pengganti kita yang kemarin?”
“Tau, kenapa?” Heran.
“Siapa namannya?”
“Ernest? Eh tunggu, kamu?”
“Kalau kamu tanya aku suka atau tidak, jawabannya iya.” Shine mempercepat langkahnya.

“Disaat itulah, aku mengenalnya”



Read More - All Rise Shine Part 1

Kamis, 19 Januari 2012

Cerita Papan Tulis


Cerita Minnie :
Namaku Minnie, aku duduk di kelas 3 SMP 14 Kota Sukabumi. Setiap istirahat, aku suka sekali duduk di bawah papan tulis. Sambil melahap cemilan yang kubeli di kantin Bu Lili. Entah mengapa tempat ini selalu menjadi tempat favoritku. Sesekali aku melihat ke arah lapangan yang berada tepat di depan pintu. Ku pejamkan mata sejenak, merasakan ada angin yang menyejukanku.
Kulihat dari tempatku bersantai. Para mulut bersuara, mengobrol tanpa henti. Meski pun bel sudah berbunyi dengan lantangnya.
Di tempat ini, aku seakan dapat melihat segala hal yang terjadi di kelas ini. Bagai kan sebuah opera. Yang di perankan oleh teman-temanku, dan akulah penontonnya.
“Selalu!” Seru Erik, sang anak baru. Membubarkan semua khayalanku siang ini.
“Apa?” Tanyaku dengan semua sifat jutek yang kupunya.
Ia lalu duduk bersila di depanku. “Hmm..kenapa sih, kayaknya ini tempat favoritmu banget?”
“Wah lebay. Gak juga, aku suka aja disini. Rasanya, disini nyaman. Sejuk, walaupun aku harus berhati-hati saat duduk. Karena seragam ini membuatku risih.” Ceritaku sekilas, tentang hobiku duduk di tempat ini.
“Hahaha..lucu ya kamu.” Ia tertawa dan mencubit pipi kecilku.
“Aduh..sakit ah. Biasa aja! Tapi aku emang lucu sih, imut pula.”
“Haha..” Ia tertawa lagi, bahkan kali ini lebih panjang.
“Dih..dia malah ketawa.”
***
Pagi yang sangat dingin, ditambah dengan hujan gerimis di luar sana. Membuatku menggigil dan mengantuk. Di bawah papan tulis, aku duduk sambil mendengarkan sebuah lagu dari hp-ku. Sekilas aku hampir tidur, tapi suara obrolan anak-anak menyadarkanku.
“Heh, tidur lagi.” Lagi-lagi Erik mengganggu tidurku yang hanya sekilas. “Dingin tahu, kalau mau tidur ke UKS. Jangan di lantai! Nanti sakit.” Tambahnya.
“Emang dingin, orang ujan koq.” Ujarku lemas dengan mataku yang juga sudah lima watt. Tiba-tiba “PLUK”, selembar jaket menutupi seluruh kepalaku. “Duh, apaan sih Rik?”
“Udah pake aja, nanti sakit.”
“Kamu?”
“Gampang, lagian aku kan cowo. Kuat gituloh..”
“Ah cowo cewe sama aja. Mm..ngopi yuk ke kantin!!!” Seruku.
“Wah enak tuh, dingin-dingin gini ngopi. Yuk!”
***
Siang yang mendung, terlihat misterius. Aku duduk dan melihat langit, meski mendung. Tapi menarik.
“Boleh duduk disini gak?” Tiba-tiba Luffy meminta izinku. Tumben sekali.
“Silahkan aja, ini tempat umum koq.”
“Mmm..Minnie, boleh tahu gak kenapa kamu suka banget duduk di tempat ini?”
“Kenapa? Penasaran ya?”
“Haha..iya.”
“Gak tahu kenapa, aku suka aja disini. Haha..kayaknya setahun ini aku sering banget ya nongkrong disini waktu istirahat. Bener gak?”
“Ehmm..permisi, itu tempat gua.” Tiba-tiba Erik datang, dan mengusir Luffy.
“Gak mau.”
“Awas!!!”
“Udahlah, kamu kan bisa duduk di tempat lain. Lantai ini masih luas koq.” Aku melerai mereka.
***
Sepulang sekolah, hujan rintik-rintik menemani langkahku pulang. Sedikit dingin mengenai kulit. Tapi tak apalah, sebuah lagu penyemangat membuatku kuat.
“Hoi!” Teriak Luffy mengagetkanku.
“Eh kamu, koq pulangnya ke arah sini? Bukanya rumah kamu ke arah sana?”
“Hihi..iya sih, tapi...” Luffy menggenggam tanganku. “Minnie, aku..aku sayang sama kamu. Mau gak jadi pacar aku?”
“Enggak.” Jawabku dengan polos.
“Hem..aku sudah tahu pasti kamu akan menjawab seperti itu.”
“Terus, kenapa kamu masih melakukannya?”
“Karena aku pingin kamu tahu perasaan ini. Aku gak mau kalau perasaan ini terus menghantui hatiku, jika aku tak memberi tahukannya kepadamu.”
“Terima kasih sudah menyayangiku.” Aku tersenyum lalu pergi.
***
Hujan kali ini beristirahat sejenak, berganti dengan cerahnya cahaya mentari. Sekaleng kopi, roti, dan coklat menemani jam istirahatku siang hari ini.
“Heh, itu kan tempatku. Rese kau, main ambil tempat orang aja. GESER!!!” Seruku kepada Erik yang sudah lebih dulu ada di tempat favoritku.
“Duwh..ribet dah..”
“Hihi..”
“Minnie, aku tahu tentang Luffy kemarin?”
“Terus kenapa? Kamu cemburu?”
“Iya, aku cemburu. Aku suka sama kamu?”
“Eh buset, jujur amat lu. Seriusan? Wah kacau, bercandanya jelek ah.” Reflek, aku langsung berkata sebisaku tanpa kusadari.
“Beneran, siapa juga yang bercanda.”
“Yah terus, aku harus gimana donk?”
“Ih dongo, kamu mau gak jadi pacar aku?”
“Gak mau.”
“Jadi, kamu gak sayang sama aku?” Tanyanya dengan ekspresi wajahnya yang kecewa.
“Aku sayang sama kamu, banget. Dan justru karena itu, aku gak mau. Kamu sahabat aku, selamanya. Karena sahabat itu tak akan terpisahkan selamanya.”
***
Cerita Erik :
Beberapa hari ini, setelah hari itu aku tak melihat sosok Minnie lagi di tempat biasa ia berada. Di agenda pun absennya alpha. Aku jadi merasa bersalah, aku takut kalau dia marah kepadaku. Atas apa yang telah kukatakan waktu itu.
Seminggu sudah ia tak hadir di hadapanku. Kuputuskan untuk mendatangi rumahnya. Aku mendapatkan alamatnya dari guru BP sekolah.


Tapi ini ternyata sia-sia, yang kudapat hanya sepucuk surat berwarna orange. Yang berisikan : Untuk Erik Sahabatku. Maaf ya aku tak bilang kepadamu kalau aku harus pergi ke singapur. Bahkan aku menyuruh para guru untuk merahasiakan ini. Sebenarnya aku sakit. Dan ini alasanku, kenapa aku tak bisa menerimamu. Aku tak mau jika kamu kecewa. Aku tak tahu apa aku bisa sembuh atau tidak. Tapi aku akan mencoba untuk sembuh, KARENA KAMU. Jika aku sembuh nanti, aku pasti akan menjadi seorang putri untukmu. Tapi..jika tidak, mungkin kita akan bertemu kembali di kehidupan yang lain. I LOVE YOU.
Air mata yang kubendung saat membaca surat itu, kini tak dapat di tahan lagi. Air mataku membanjiri pipiku. Tapi aku mencoba menghapusnya, aku tak mau menangis. Aku pasti akan menunggu Minnie.
            ***
Cerita di SMA :
Dalam kelas yang cukup ramai, Bu Siska menenangkan semua murid yang tak henti-hentinya bersuara. Aku yang sedang bermalas-malasan, segera mengangkat kepala.
“Anak-anak..tolong diam sebentar. Ibu membawa anak baru. Dia seorang perempuan, pindahan dari negara sebrang. Ayo nak masuk.”
Aku tercengang melihat seorang gadis memakai kursi roda memasuki kelas. Wajahnya persis seperti Minnie. Aku tersenyum kepadanya, dan ia balas senyuman manis untukku. Seolah-olah berkata “Aku kembali.”

Read More - Cerita Papan Tulis