(Part 4)
Jam istirahat, Shine –masih dengan buku-bukunya- dan ketiga kawannya makan siang dikantin, mereka menempati sebuah meja di pinggir ruangan berjendela besar. Tempat faforit mereka sejak pertama kali makan di kantin.
“Helgrind?” Megan tersedak, saat membacanca judul buku yang dibaca Shine. Shine mengangguk mengiyakan.
“Untuk apa membaca buku seperti itu?” Tanya Abigail. “Helgrind adalah tempat yang mengerikan.” Gumam Abigail.
“Tidak apa-apa, aku hanya penasaran.” Shine sedikit kebingungan menjawab pertanyaan teman-temannya, ia tidak ingin temannya tahu dan mereka membahayakan diri mereka sendiri. “Aku kan baru di dunia sihir ini.”
“Lebih baik kamu tidak mengetahuinya. Cari tahu saja tempat-tempat yang lebih menarik, mungkin kami akan mengajakmu berjalan-jalan kalau mau.”
“Baiklah.” Shine menutup bukunya, tepat saat ponselnya berdering. Shine tidak berharap itu Ernest.
Ya, itu video call dari Aegeon. Shine langsung memasang headset.
Aegeon mengajaknya bertemu di perpustakaan untuk membicarakan hal yang kemarin. Shine berbisik iya kepada Aegeon, agar teman-temannya tidak mengetahuinya. Setelah memutus video call dari Aegeon, Shine segera berpamitan dengan teman-temanya.
“Tadi itu pasti Kak Ernest.” Gumam Jasmine melihat Shine berlari keluar kantin.
Perpustakaan tidak begitu ramai hari ini, Shine hanya melihat para penjaga perpustakaan, seorang penyihir perempuan berambut coklat bergelombang yang tengah membaca sebuah buka di sudut perpustakaan, dua orang peri di meja tengah, dan beberapa orang lainnya yang tengah mencari-cari di deretan rak atau menjadikan ruang ini tempat pacaran.
“Ssstt..Shine.” Panggil Aegeon dari balik rak. Shine pun mengambil sebuah buku di rak untuk melihat wajah Aegeon di baliknya. Aegeon menempelkan jarinya dibibirnya sebelum Shine sempat bicara, dan memberi isyarat kearah sudut jauh dibelakang perpustakaan.
“Ada apa?” Bisik Shine.
“Aku mempunyai sesuatu yang bisa membantu kita menemukan Helgrind.” Jawab Aegeon sedikit berbisik sembari membuka gulungan kertas dari dalam ranselnya. “Ini kutemukan di perpustakaan rumahku, terselip diantara buku. Kurasa ini milik ayahku.”
Itu adalah sebuah peta, terlihat seperti dunia sihir. Tepatnya bertahun-tahun yang lalu. Terlihat jauh berbeda dengan sekarang. Shine dapat melihat istananya di sisi timur peta, terletak tinggi diatas bukit. Kastil penyihir di barat laut peta, menjulang di atas tebing. Kota Vanyali di barat daya istana, sungai amora mengalir melewati kota sampai bertemu sungai anora yang mengalir dari utara, di barat. Peta itu masih sangat sepi, bahkan Aiedel di barat kota juga masih sangat sempit. Begitu pun Kota Vanyali yang tidak seluas sekarang.
“Ini peta dunia sihir?”
Aegeon menggeram iya. “Dengan ini kita bisa menemukan Helgrind.”
“Tapi peta ini sangat berbeda dengan keadaan sebenarnya sekarang, dan kita tidak bisa menemukannya walau mengikuti peta itu.”
“Bodoh.” Aegeon mengeluarkan sebuah peta lagi, dan yang ini lebih baru. “Kita bandingkan, dan akan menemukannya.” Ia meratakan peta tersebut. “Lihat, ini kastil penyihir. Dan ini Kota Vanyali.” Ia menunjuk kastil dan menggeser jarinya ke Kota Vanyali. “Di peta ini, Helgrind berada di timur. Berarti Helgrind ada disekitar sini.” Aegeon menunjuk kearah kertas yang kosong.
“Ok, jadi apa rencananya?”
◊ ◊ ◊
Siang ini, Ms.Lavigne membawa seluruh murid kelas keluar untuk pelajaran terbang pertama. Peri hanya memiliki sayap saat mereka berubah. Dan sementara itu, sayap itu tersimpan didalam diri mereka masing-masing. Karena sayap mereka terbuat dari kekuatan mereka masing-masing, begitu pun dengan kostum mereka, jadi sayap dan kostum mereka dapat berubah.
“Ok, sebelum kalian mempelajari beberapa teknik terbang. Kalian harus mengeluarkan sayap kalian, dengan kata lain tunjukkan perubahan kalian!” Seru Ms.Lavigne kepada murid-muridnya, yang segera menunjukkan perubahan pertamanya menjadi seorang peri.
“Agak sulit untuk seorang pemula, tapi berusahalah!” Ms.Lavigne menyemangati.
Shine mengalami sedikit kesulitan dalam hal ini, karena kegiatan ini membutuhkan energi yang cukup besar. Tapi, akhirnya ia berhasil. Sayapnya muncul dari balik punggungnya, terang, indah, dan hanya berbentuk cahaya tapi terlihat jelas membentuk sayap yang anggun dan kuat. Pakaiannya pun berganti menjadi sebuah gaun pendek berwarna kuning dengan kerlap-kerlip, dan berpadu dengan lingkaran-lingkaran emas yang menuruni bahunya hingga pinggul kirinya. Bersinar seperti bintang. “Waw!”
“Bagaimana penampilanku?” Tanya Jasmine yang berjalan mendekati Shine dengan ringan, seperti mahkota bunga matahari yang terbang ditiup angin. Sayapnya terbuat dari tangkai tumbuhan yang saling membelit, membentuk sayap. Dan bunga-bunga berwarna merah muda bermekaran ditangkainnya. Gaunnya terdiri dari bawahan yang terlihat seperti mahkota bunga matahari, tangannya terbelit tanaman rambat yang berbunga cantik. Bunga juga bermekaran dari kerahnya dan turun ke pinggul kirinya. Dilengkapi pucuk daun muda yang harum.
“Luar biasa.” Shine benar-benar terpesona melihat temannya.
“Terima kasih, kamu juga keren banget.”
Megan mendatangi mereka dengan sayap yang terbuat dari lempengan es tipis, dengan bunga-bunga salju yang bertebaran disayapnya. Gaunnya berhiaskan kristal-kristal es sejati. Ia terlihat begitu dingin, tapi tetap anggun.
Sementara Abigail, memakai stelan terusan celana pendek dengan bulu harimau putih dikedua dilengannya, di pinggiran bawah celananya terdapat bulu cheetah, dari bahunya hingga dada terdiri dari totol-totol dari motif bulu jerapah yang ditempelkan dibrokat hitam. Ditengah bajunya dibuat dari kulit buaya. Dipadukan dengan kain berwarna emas. Ia tampak seperti seorang ratu hutan, liar tapi tetap menawan dengan sayap angsanya.
“Kalian terlihat hebat banget.” Puji Abigail.
“Kamu juga.”
“Baik anak-anak, kalian berhasil dengan tahap pertama.” Ms.Lavigne memberi isyarat agar mereka mendekat. “Sekarang saya akan memberikan beberapa pelajaran terbang, seperti menghindari musuh, menukik, dan manufer terbang lainnnya.”
(Part 5)
Sore hari di dunia sihir, Shine sedang duduk bersila disudut balkon kamarnya sembari membaca beberapa buku yang baru dipinjamnya lagi dari perpustakaan. Angin sore mengelitik lehernya, dan Shine menikmati sore itu. Ia harus bekerja keras demi menyelamatkan istana dan keluarganya.
“Kutu Buku.” Ejek seorang lelaki yang Shine tahu itu adalah Aeogeon. Shine menoleh kearah suara itu, dan ia terkejut setengah mati saat mendapati Aeogeon sedang berdiri dihadapannya, diluar balkon.
“Aeogeon? Kau melayang?”
“Yaps.”
“Tanpa sayap? Bagaimana bisa?”
“Aku penyihir, aku tidak butuh sayap untuk bisa terbang Shine. Kau tidak pernah mendengar cerita tentang penyihir apa?” Aeogeon langsung memamerkan sapu terbangnya, ia berdiri diatas sapu terbangnya dengan bangga.
“Oh, ok.” Shine membereskan buku-bukunya dan masuk kedalam kamarnya, lalu kembali beberapa saat kemudian. “Ada apa?”
“Kudengar kamu sudah bisa terbang, jadi aku kemari untuk mengajakmu berkeliling. Ya, sekalian melatih cara terbangmu. Kita harus kerja cepat kalau mau menyelamatkan keluargamu.”
“Baiklah.” Shine langsung berubah, dan mengeluarkan sayapnya. Tapi kali ini ada perbedaan dalam penampilannya, sayapnya tidak lagi kuning, melainkan palangi yang indah, gaunnya pun penuh warna. “Eh?”
“Kenapa?”
“Berbeda dengan pertama kali berubah.”
“Memang begitu, kostum dan sayap itu tercipta dari kekuatanmu sendiri, jadi bisa berubah-ubah sesuai kekuatan yang kamu keluarkan. Sudah, ayo!”
“Kita mau kemana?”
“Hanya berkeliling.”
Mereka terbang berdampingan, terkadang Aeogeon menggunakan sihir, menciptakaan sebuah mahkluk yang mengejar Shine, hal itu melatih Shine untuk lebih cepat, dan bergerak lebih lincah untuk menjebak mahkluk itu. Tapi, ada sebuah keanehan. Salah satu mahkluk itu tidak menghilang saat menabrak pohon, sesemakkan, bahkan yang satu ini lebih pintar dibandingkan dengan yang lain.
“A-a-eogeon, aku mulai bosan dengan ini. Cepat hilangkan dia!” Teriak Shine.
“Itu bukan salah satu mahkluk sihirku.”
“Apa?”
“Itu Adera sungguhan.”
“Hah? Kalau begitu cepat tolong aku!”
Aeogeon pun langsung mengangkat tongkatnya dan mengejar Adera tersebut. Makhluk itu seperti burung bangkai, berwarna abu-abu kehijauan karena lumut yang menempel di bulu-bulunya, dan kepalanya yang botak. Aeogeon menyerangnya dengan sihir, mengenai sayap kanannya, dan Adera pun terjatuh.
“Hah, untunglah.” Shine menarik nafas lega. Begitu pun Aeogeon. “Mahkluk apa tadi itu?”
“Namanya Adera, katanya dia adalah tentaranya Zeus. Ya begitulah.”
Saat mereka berada beberapa meter dari tempat tadi, tiba-tiba Adera muncul dihadapan mereka. Dan mereka berdua berhamburan menyelamatkan diri.
“Lari Aeogeon lari!” Teriak Shine melihat Aeogeon yang dikejar oleh Adera.
“Aku sedang terbang Shine.”
Shine segera menolongnya, ia mencoba menembakkan beberapa bola cahaya sebisanya, kadang kuning, hijau, merah muda, dan lainnya. Dan hal itu malah membuat Adera berbalik mengejarnya.
“Jebak dia Shine, lalu serang dia!” Teriak Aeogeon.
“Ucapanmu mudah Aeogeon.” Shine terus terbang, memacu kecepatan sayapnya. Lalu ia menemukan sebuah batu besar yang berlubang. Ia langsung menuju batu tersebut, terbang melewati lubang itu, begitu pun Adera. Dan Adera tersangkut dalam lubang itu, Shine segera berbalik dan menyerangnya dengan bola cahaya besar. Kemudian, boom! Adera meledak menjadi serpihan-serpihan debu.
“Wow.” Puji Aeogeon, menghampiri Shine.
“Bisa memberiku tumpangan?” Wajah Shine terlihat pucat, dan keringat diwajahnya bercucuran. Sayapnya mulai menghilang, dan sweater merah mudanya kembali. Ia hampir jatuh kalau saja Aeogeon tidak langsung menangkapnya, dan mendudukkannya di sapu terbangnya.
“Kau sudah aman sekarang.”
“Itu melelahkan sekali.” Shine bersandar di punggung Aeogeon.
“Pada saatnya tiba nanti, akan ada jauh lebih banyak yang seperti itu.”
“Seberapa jauh sekolah dari sini?”
“Cukup jauh. Maafkan aku, sudah membawamu sejauh ini, istirahatlah dulu!”
Shine melingkarkan tangannya di pinggang Aeogeon, dan segera terlelap. Menyadari Shine telah tidur, Aeogeon mengangkat satu tangannya untuk memegangi tangan Shine agar tidak terjatuh.
“Terima kasih. Aeogeon.”
◊ ◊ ◊
Sesampainya di balkon kamar Shine, Aeogeon langsung membangunkannya. Dengan terhuyung-huyung Shine berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Aeogeon diluar yang merasa geli melihat cara jalan Shine yang seperti orang mabuk.
“Dasar Shine, pintumu masih terbuka.” Aeogeon turun dari sapunya dan mendarat dibalkon. “Selamat malam, Shine!” Aeogeon menutup pintu kamar Shine dan menguncinya dengan sihir, lalu segera terbang kembali ke asramanya.
-To Be Continue